Sabtu, 29 September 2012

A Letter to E

Mengapa kita memiliki banyak sekali kebencian
Banyak sekali duka dan luka
Tidak tersisa sedikit pun tempat untuk meletakkan maaf disana.
Dimana? Dimana sebaiknya kita meletakkannya?

Kita pergi terlalu jauh
Tanpa menghiraukan serpihan rindu yang berceceran di sepanjang perjalanan kita
Padahal jalan untuk kembali
Ada di sebelah tempat kita berdiri saat ini

Mengapa kita berlari?
Apa yang kita hindari?
Dimana pun mencari
Tak ada jawaban pasti
Saat menatap langit malam itu, Aku tahu bulan masih terang menyinari temaram malam
Udara yang kuhirup masih tanpa batas
Asap dari tiap cerobong rumah mengepul bebas
Lalu apa yang membuatku sesakit ini?

Kalau tanpamu ternyata seperih ini, Aku takkan pernah mau pergi

Membayangkan siluetmu saat punggungmu berbalik
Melangkah menjauhi
Diam-diam aku menangis

Tiap manusia mengalami perpisahan dan pertemuan
Tapi mereka tak mengalaminya sebanyak yang kita lalui

Bagaimana? Bagaimana harusnya aku berdoa hari ini?
Menyebut namamu ribuan kali?
Mempertanyakan takdir semacam apa yang membuatmu datang dan pergi?

Berulang kali tanganku ingin menahanmu
Tapi sebanyak itu pulalah aku membiarkanmu
Apa betul kalau yang dibutuhkan untuk mewujudkan harapan hanya sedikit keberanian?

Bagaimana harusnya aku mendoakanmu hari ini?
Karena tanganku tak bisa lagi menggapaimu, aku hanya bisa mengirimkan sebuah doa sebagai hadiahku
Apa kamu suka?
Bagaimana kabarmu?

Hari ini belum terlalu larut
Tidak juga berkabut
Saat kamu ragu, kamu tidak perlu takut
Seluruh dunia mungkin berkata ‘tidak’
Tapi aku tidak
Jawabanku selalu ‘Ya’

Dan kamu tidak perlu minta maaf
Aku tahu aku tidak bisa menyalahkanmu
Aku juga tidak bisa menyalahkan diriku sendiri

Sampai kapan kita akan terus bicara mengenai kesalahan?
Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan
Seperti apa kita dua puluh tahun mendatang
Dengan tatapan seperti apa kita akan saling memandang
Saat itu?

Doaku selalu menyertaimu
Selalu
Walau kamu mungkin tak mengingatku
Walau kenangan demi kenangan itu memudar
Walau apa yang kita harapkan tak pernah menjadi kenyataan

Waktu akan mencuri kesedihan itu dari kita
Waktu akan mengambil semua penyesalan itu

Jadi tersenyumlah padaku
Seperti yang selalu kamu lakukan saat melihatku

Janji?

Jumat, 14 September 2012

Deathly Kiss

There's no heart as white as snow.
but I know one who never be as black as a raven's wings

That is my mother.

When her hands touching me, my consciousness has become alive
Bring back colors to my palette
Spread love through every open window in my heart

She would kiss me on the cheek, then once again on the forehead before she goes
To wherever place she went
I dont know what that place is, but my father knows
And because of that my mother suffering

One time I can't stand still anymore, I punch my father hard right on his face
But it's just like a mosquito's bite to him

His true colors reveal itself

A demon.

My mother try so hard to protect me but that's just a beggining of a real chaos
My father pull her hair and smack her 'till I dont recognize her anymore
Only a long shrieking scream comes aloud that night
Nothing else heard.

That's how I lose her.

Now, I remember how that night before she goes to another man's place, she kiss me on my lips. With her red lips, Bloody red, She whispered something to my ear,

"Be good, young girl. Let this kiss always remain in your lips."

 I lick it,
Trying to taste my mother's presence
It's salty
It's the taste of my own tears.